Senin, 30 Maret 2009

Memilih Presiden Lewat Tes

Banyak orang menganggap sistem demokrasi adalah konsep yang paling sempurna dalam pemerintahan suatu negara. Tapi kok saya nggak setuju ya. Setidaknya bukan hanya saya yang bilang begitu. Winston Churchill, misalnya, terus terang mengakui bahwa sesungguhnya, demokrasi bukan sistem politik yang terbaik, tetapi belum ada sistem lain yang dianggap lebih baik. Hal tersebut menandakan bahwa demokrasi bisa menjadi pedang bermata dua, mata yang satu mendorong kemajuan dan percepatan kesejahteraan, mata yang lain sebaliknya. Semua tergantung banyak faktor, bagaimana dinamika aktor-aktornya, varian demokrasi yang diambil, kultur politik, hingga hal-hal yang lebih spesifik lagi, misalnya tingkat income per kapita.

Coba kita cek:

Sistem demokrasi tidaklah menjanjikan orang terbaik yang menjadi pemimpin! Orang yang paling banyak pendukungnya lah yang akan menang. Tak peduli kualitas orang tersebut.

Di sisi lain, seberapapun hebatnya seseorang, namun jika orang tersebut tidak terkenal atau tidak punya pendukung, ya tidak mungkin dia menang.

Nah inilah masalah besar yang kita hadapi dalam musim kampanye seperti ini. Kita sangat kesulitan untuk tau mana caleg atau capres terbaik. Lha wong kenal aja enggak. So sesuatu yang sangat mungkin terjadi adalah; sesorang yang secara intelektual mungkin dia lemah, tapi karena dia terkenal (artis misalnya) dia pun menang pemilu. Wah bisa berabe nie.

Lalu bagaimana solusinya?

Saya sering berfikir, bagaimana kalau presiden itu dipilih tidak melalui pemilu, tapi lewat tes saja. Seperti CPNS gitu, hahahahahahaha

Jadi semua orang dinegeri ini yang pengen jadi presiden, boleh ndaftar tes. Ntar yang meraih skor tertinggi dialah yang jadi presiden kita.

Tentu saja sebelumnya kita harus menciptakan instrumen tes terbaik yang bisa mengukur seluruh aspek yang dibutuhkan untuk menjadi memimpin. Tes ini haruslah di ciptakan oleh ahli-ahli tes dan pengukuran terbaik dari seluruh negeri.

Setelah instrumen tes tercipta, maka tes ini harus dikawal secara ketat sehingga hasilnya bisa se obyektif mungkin. Tak ada main curang, main sogok, sabotase, dan lain sebagainya.

Tapi masalahnya, bisa gak ahli-ahli tes dan pengukuran itu menciptakan instrumen yang bisa mengukur kemampuan seseorang secara menyeluruh?

Nah kalau belum bisa, kayaknya demokrasi masih jadi pilihan terbaik untuk saat ini deh, hahahahahahahahaha.

2 komentar:

wiliandalton mengatakan...

ide yang bagus.

wiliandalton mengatakan...

aku kan PD hahahahahaha